Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE

Rabu, 09 Juni 2010

Tradisi-Tradisi Buruk Dalam Pernikahan Bagian II


Hanya Memperhatikan Ketaqwaan Ketika memilih Pasangan
Hazrat Aqdas Masih Mau’ud as bersabda:” Satu lagi tradisi buruk dalam kaum kita, yakni tidak mau menjodohkan puterinya dengan kaum lain, bahkan sebisa mungkin mereka pun tidak mau mencari jodoh dari antara mereka (kaum lain). Ini jelas-jelas merupakan cara-cara yang takabbur dan sombong yang sangat bertentangan dengan hukum syariat. Setiap bani adam adalah hamba Allah Ta’ala. Dalam masalah perjodohan hendaknya diperhatikan, dengan siapapun puteri kita dijodohkan dia adalah seorang pria yang akhlak dan keadaannya baik dan tidak terperangkap dalam suatu masalah yang bisa menimbulkan fitnah. Hendaknya diingat, bahwa dalam agama yang hak, sedikitpun tidak memandang suku bangsa, melainkan semata-mata hanya melihat ketakwaan dan akhlak yang baik. Allah Ta’ala berfirman … “Orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah Ta’ala adalah orang yang paling bertakwa (Fatawa Ahmadiyah Hal. 8 dengan referensi fatawa Hazrat Masih Mau’ud as hal.144-145)

Keengganan Untuk Menjodohkan Anak Dengan Pria Yang Telah Beristri
Hazrat Aqdas Masih mau’ud as bersabda:” Pada saat mengikat tali perjodohan, setelah sepakat untuk menjodohkan puterinya dengan pria manapun, sebagian orang bodoh selalu terlebih dahulu bertanya, apakah masih beristri atau tidak? Jika pria tersebut masih beristri, maka mereka menolak mentah-mentah untuk menikahkan dengan pria semacam itu. Hendaknya diingat bahwa orang-orang yang seperti itu hanya statusnya saja, padahal di satu sisi mereka adalah para istri yang menolong para istri yang marah/tidak rela akan pernikahan kedua suaminya (dengan merelakan suaminya menikah lagi). Jadi mereka pun hendaknya takut kepada Allah Ta’ala. (Fatawa Ahmadiyah Jld 2 Hal. 8-9 dengan referensi fatawa Hazrat Masih Mau’ud as hal. 145)

Melamar
Hazrat Aqdas Masih Mau’ud as bersabda:” Pelamaran diadakan untuk bisa mengetahui segala kebaikan dan keburukan. Pelamaran bukanlah pernikahan yang apabila dibatalkan akan berbuntut dosa (Malfuzat jld. 5 Hal.231)


Memboros-boroskan Harta Kekayaan Seperti Halnya Debu
Hazrat Khalifatul Masih Ar-Rabi bersabda:” Banyak sekali orang kaya yang bertingkah secara berlebihan pada saat perkawinan, sehingga setelah melihatnya pasti akan timbul rasa jijik, sudah seharusnya mereka dikasihani. Hazrat Masih Mau’ud as telah membersihkan segala hal yang sia-sia dari dalam diri kita, lalu mengajak kita kepada cahaya. Dengan meniru-niru, mereka ingin mengulangi segala hal. Saya mendapatkan informasi, band musik dan hal-hal sia-sia yang menghabiskan banyak biayapun diadakan. Mereka memboros-boroskan uang seperti halnya debu yang dihamburkan. Tidak ada sama sekali penghargaan terhadapnya. Mereka tidak berfikir bahwa Qur’an Karim telah memberitahukan bahwa sebagian pengeluaran harta tidak akan memberikan manfaat, justru malah menyebabkan kerugian bagi kalian. Difirmankan bahwa orang yang merusak rezekinya seperi itu adalah saudaranya syaitan. Apakah cara-cara perkawinan yang mereka rayakan itu bisa menghilangkan keburukan atau tidak, tapi tabiat mengatakan bahwa (amalan) ini sudah terkeluar dari kebiasaan jemaat Ahmadiyah dan termasuk kedalam kebiasaan orang-orang duniawi. Sekarang, jika diperingatkan, lantas mereka marah, (dan mengatakan) :”kalian ini siapa? Apa maksudnya bahwa dalam segala hal ada peraturannya, Apa itu nizam jemaat? Dikatakan ataupun tidak, didalam hatinya mereka berfikir bahwa siapa yang akan melarang kami (untuk melakukan itu)? Biarkan kami melakukannya. Mereka telah memisahkan dunia mereka, berkata:” Kenapa kalian iri? Kalian hendaknya bersyukur! Allah tidak menciptakan dunia ini untuk menjadi milik kalian. Walhasil, yang hak adalah nasihatilah mereka sesering mungkin supaya takut kepada Allah, janganlah menghambur-hamburkan uang seperti itu, jangan mengada-adakan tradisi-tradisi baru (Harian Al Fazl 19 Juli 2002)

Perbedaan Dalam Alam Pernikahan Dan Kematian
Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi bersabda:” Tugas kita adalah tugas yang agung. Dalam merayakan kebahagiaan, hendaknya kita mengamalkan kesederhanaan dan seimbang (sesuai dengan keadaan). Tidaklah alam kematian dan kebahagiaan berada disatu alam yang sama, (sehingga bertanya) sedang ada kematian atau merayakan pernikahankah? Sehingga orang-orang tidak mengetahui, kenapa terpasang tenda. Kebahagiaan itu berbicara. Dalam kebahagiaan timbul satu nyanyian, yang didengar dan dilihat suaranya oleh orang-orang. Didalamnya terdapat satu corak dan aroma yang sedap. Inilah hal-hal yang ketika berada dalam kesedihan, jika mengupayakan kondisi lain, maka selalu menjadi tangisan. Perbedaan inilah yang harus dijaga dalam hidup bermasyarakat. (Roznamah Al Fazl 19 Juli 2002)

Tari-tarian, lagu-lagu dan Dansa Pada Saat Pernikahan
Mukmin yang sempurna adalah orang yang menghindari hal-hal yang laghou (Al Mu’min:4)
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan (Luqman :7)
Hazrat Masih Mau’ud as bersabda:” Saat ini diperbolehkan untuk mengumumkan perkawinan dengan dif (alat tabuh kecil), tapi jika didalamnya dicampur adukkan dengan tari-tarian dan lain-lain, maka itu dilarang (Malfuzat Jld. V, Hal. 355)

Hazrat Muslih Mau’ud bersabda:” Tidaklah berdosa jika menyanyikan lagu pada saat perkawinan dengan syarat didalamnya tidak terdapat keburukan, kelaghouan dan kesia-siaan dan tidak dinyanyikan secara seronok. (Al Fazl 20 Juli 1915 Hal. 12)

Bersabda lagi:” Tidak diragukan lagi bahwa nyanyian pada saat pernikahan secara syariat adalah diperbolehkan. Tapi nyanyian tersebut hendaknya nyanyian relijius yang sama sekali tidak terdapat keburukan didalamnya, misalnya nyanyian yang umum pada saat perkawinan yang dinyanyikan dalam corak menghibur yang didalamnya tidak terdapat keburukan sama sekali, maka yang seperti itu diperbolehkan, karena dinyanyikan hanya semata-mata untuk menghibur hati dan tidak akan berpengaruh buruk pada akhlak. (Al Fazl 20 Januari 1945)

Hazrat halifatul Masih Al Khamis bersabda:” Perempuan Menari diantara sesama perempuan juga adalah tidak boleh…(Tapi) jika berhubungan dengan nyanyi-nyanyian, diperbolehkan jika para wanita menyanyikan lagu pernikahan dengan sopan pada saat pernikahan (antara sesama perempuan) (Khutbat Masroor jld. 2 Hal. 94)

Beliau bersabda lagi:” Aku nasihatkan supaya kalian terhindar dari hal-hal yang laghou dan sia-sia. Lalu dansa-dansi, tari-tarian atau keributan para wanita pada saat atau setelah pernikahan, ketika si pengantin perempuan berkunjung ke rumah pengantin pria, tak jarang disanapun diadakan acara musik dan lagu-lagu yang sia-sia juga, lalu mereka, karib kerabat dan sanak famili yang hadir pada saat itupun menari dan bernyanyi bersama, perbuatan yang seperti itu tidak bisa diizinkan dalam corak apapun. Sebagian orang ada juga yang membuat acara terpisah, setelah sebagian besar tamu undangan pulang, maka mulailah acara-acara yang laghou dan ribut seperti itu. Di rumah juga diadakan acara tari-tarian dan dansa secara terpisah. Terlepas Apakah itu wanita ataupun pria yang sedang berdansa, tapi begitu sia-sianya lagu dan musik yang mereka stel, sehingga tidak akan bisa tahan mendengarkannya (Khutbat Masroor jld. 3 hal. 686-688)

Membagi-bagikan Manisan Pada Saat Melamar
Hazrat Aqdas Masih Mau’ud as bersabda:” Tujuan yang sebenarnya dengan dibagikannya manisan dan makanan kecil pada saat melamar adalah supaya orang-orang menjadi tahu, sehingga dimasa yang akan datang tidak akan timbul keburukan. Tapi sekarang, tujuan yang sebenarnya ini telah hilang bahkan telah digantikan dengan tradisi-tradisi buruk yang didalamnya terdapat banyak sekali hal-hal yang diada-adakan. Jadi (melamar) janganlah dianggap sebagai tradisi, melainkan perkara yang penting untuk menjaizkan rishtah nata. Ingatlah bahwa syariat sekali-kali tidak memaksakan sesuatu hal yang bisa memberikan manfaat kepada makhluk, karena maksud dari syariat itu sendiri adalah untuk memberikan manfaat kepada makhluk (Malfuzt jld. 2 Hal.310)

Mehendi (Tradisi menggambar Pada Tangan Dan Kaki)
Tradisi-tradisi buruk dalam pernikahan yang sedang mendapatkan tempat yang luar biasa di masyarakat adalah tradisi mehendi. Tradisi tersebut dirayakan dengan resepsi yang sangat hebat, sehingga memberikan kesan bahwa ini merupakan pesta yang terpisah dari pernikahan. Untuk acara tersebut (mehendi) dibuatkan kartu undangan secara terpisah dengan judul “tradisi mehendi atau memeriahkan” lalu dibagikan. Orang yang membagikan kartu sendiri memberikan nama “tradisi”, seolah-olah menjelaskan bahwa ini adalah sebuah tradisi. Untuk memberikan warna dalam lingkungan masyarakat, dikeluarkan biaya yang sangat berlebihan dalam acara tersebut. Misalnya, untuk seragam anak-anak perempuan, dijahitkan pakaian berwarna kuning yang sangat mahal, sedangkan untuk para pemuda dipasangkan kain sejenis dupata berwarna kuning pada leher mereka, lalu kawasan sekitar pesta dirias dengan bunga-bunga yang asli dan tiruan dari kertas, dibuatkan panggung yang menghabiskan biaya ribuan rupees yang disinari dengan kemilau lampu-lampu yang berwarna kuning lalu menempatkan sang pengantin wanita pada panggung tersebut dan diletakkan tissue pada tangan, selanjutnya mulailah menggambar mehendi dan diabadikan dengan video. Ini semua adalah tradisi yang diada-adakan. Bahkan di beberapa tempat lain diadakan juga acara tetabuhan gendang, tari-tarian, nyanyian dan juga bhangra. Dalam acara tersebut pihak keluarga pengantin pria mengadakan pawai untuk mengarak sang pengantin pria dengan membawa uang. Seolah-olah tradisi tersebut mulai diwarnai dengan pesta yang terpisah pada saat pernikahan.

Mengirimkan Kartu Undangan Pada Acara Mehendi (Tradisi menggambar Pada Tangan Dan Kaki)
Suatu ketika Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi’ mendapatkan undangan untuk menghadiri acara mehendi pada tanggal 25 maret 1998, Huzur menzahirkan perasaan yang sangat kecewa dan bersabda:” Anda telah mengirimkan undangan pernikahan puteri anda, tapi sedikitpun anda tidak memiliki rasa takut dengan serta merta mengirimkan undangan untuk menghadiri tradisi mehendi. Padahal tradisi-tradisi seperti ini jelas-jelas bertentangan dengan peraturan jemaat. Petunjuk-petunjuk yang saya berikan sangatlah jelas untuk sekali-kali tidak mengadakan pesta mehendi sebagai tradisi. Ya, adakanlah acara tersebut (mehendi) dirumah, bersama-sama dengan saudari-saudari perempuan dan beberapa teman perempuannya tanpa sungkan, yang demikian diperbolehkan. Ini adalah petunjuk saya yang jelas, tapi anda tidak hanya bertentangan dengan itu secara terang-terangan, bahkan mengirimkan kartu undangan juga kepada saya untuk menhadirinya. Semoga Allah Ta’ala memberikan pemahaman kepada anda.(Buletin bulanan Misbah, Juli agustus 2009, hal 24-25)

Tradisi Mehendi
Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi’ bersabda:” Pada zatnya Dalam hal ini (mehendi) tidak ada dosa jika pada saat (pernikahan) itu teman-teman perempuan puteri kita berkumpul dan merayakan kegembiraan. Jika diadakan secara alami (tidak mengada-ada), maka diperbolehkan. Tapi kalau tradisi tersebut dijadikan tradisi buruk yakni pengantin pria pasti akan mengantarkan mehendi dari luar (ke rumah pengantin wanita), maka jelaslah didalamnya terdapat hal-hal yang diada-adakan. Mehendi untuk puteri kita hendaknya sudah disiapkan di rumah kita. Dengan tradisi mengadakan pawai arak-arakan yang kecil untuk acara tersebut akan menimbulkan dosa-dosa. Jika pada saat acara mehendi dikirim utusan dari pihak pengantin pria untuk menghadirinya dengan penuh pengaturan lalu dengan susah payah menyiapkan makanan dan lain-lain sebagai syarat yang harus dilakukan pada acara tersebut (mehendi), jika hal ini menjadi sebuah tradisi, maka hal tersebut akan menjadikan beban bagi masyarakat (Al Fazl 26 Juni 2002 hal. 4)

Hazrat Khalifatul Masih Al Khamis aba bersabda:” tradisi mehendi mulai dijadikan sesuatu hal yang penting layaknya pernikahan. Pada acara tersebut diadakan undangan-undangan, kartu undangan dicetak, panggung ditata, dan tidak hanya itu, bahkan mata rantai undangan tadi berlanjut sampai berhari-hari dan bahkan sudah berlangsung sebelum diadakan pernikahan. Terkadang acara tersebut sudah dimulai beberapa minggu sebelum pernikahan dan setiap harinya panggung ditata dengan penataan baru untuk memberitahukan bahwa pada hari ini sekian banyak makanan yang dihidangkan, hari ini sekian. Ini semua adalah tradisi buruk yang telah menjerat orang-orang tidak mampu sehingga mereka akan terlilit hutang. Ghair ahmadi biasa mengadakan hal tersebut, tapi sekarang beberapa ahmadi juga mengamalkan tradisi yang laghou dan sia-sia itu secara besar-besaran atau beberapa keluarga ahmadi sudah terjerumus didalamnya. Alih-alih mentaati perintah imam zaman dan terhindar dari tradisi-tradisi tersebut, justru mereka malah terbawa arus lingkungan dan mengikatkan erat diri mereka sendiri dengan tradisi-tradisi buruk tersebut.

Beberapa bulan sebelumnya saya telah menekankan bahwa pada saat melaksanakan tradisi mehendi, kita harus menghindarkan diri dari jumlah biaya dan undangan yang lebih dari keperluan. Huzur bersabda:” Suatu hari saya menerima undangan untuk menghadiri tradisi mehendi dari keluarga ahmadi di London, setelah mendengarkan khutbah saya (tentang masalah pernikahan-Pent), lantas ahmadi tersebut membatalkan niatnya dengan hanya mengundang beberapa teman perempuan lalu diadakan acara makan, sedangkan sisa makanan yang berlebih, beliau kirimkan untuk sebuah acara yang saat itu sedang berlangsung di Baitul futuh. Inilah ahmadi yang ketika diperingatkan dengan serta merta langsung memperlihatkan amalannya, lalu beliau pun menulis surat permohonan maaf.

Tapi saya pun mendapatkan beberapa keberatan dari Pakistan atau Rabwah bahwa sebagian orang (ahmadi) telah terperangkap kedalam tradisi tersebut dengan mengamalkan lebih dari keperluan. Karena Rabwah adalah kota yang kecil, sehingga segala hal akan diketahui dengan cepat. Karena itu saya katakan secara terbuka untuk jangan terpengaruh dengan tradisi yang sia-sia itu, hentikanlah itu (Harian al Fazl 2 Maret 2010)
(Penerjemah :Mahmud Ahmad Wardi)
(Dikutip dari Mingguan Al Fazl London)


ShareThis

 

Kembali lagi ke atas