Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE

Selasa, 13 Juli 2010

Dosa Hakiki Menurut Syariat Islam


Dalam menafsirkan surat Yunus, ayat 7-8 yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami dan telah merasa senang dan puas dengan kehidupan dunia ini dan orang-orang yang lalai terhadap tanda-tanda Kami. Mereka itulah yang tempat tinggalnya api disebabkan apa yang selalu mereka usahakan (Yunus:7-8)

Hazrat Muslih Mau’ud ra bersabda,” ...Point ketiga yang harus diingat dalam ayat ini adalah didalamnya dijelaskan secara halus berkenaan dengan hakikat dosa dan hukuman. Perihal dosa, Allah Ta’ala berfirman bahwa dosa hakiki yang akan mendapatkan hukuman adalah dosa yang maksub (dikerjakan/dilakukan). Seperti yang sudah terbukti dari lughat, Arti dari kasaba adalah “mengumpulkan” dan “ dengan sengaja melakukannya”. Jadi dari kata kasaba mengisyarahkan kepada dua hal yaitu, pertama, orang yang berdosa adalah secara sengaja terjatuh kedalam kekotoran dosa. Apabila manusia melakukan satu perbuatan buruk secara tidak sengaja atau karena lupa, yang demikian bukanlah dosa hakiki dan menurut istilah syariat Islam, orang yang seperti itu tidak dkategorikan sebagai pendosa.

Yang kedua mengisyarahkan bahwa seseorang akan dipastikan sebagai pendosa jika dia mengumpulkan dosa yakni secara terus menerus terjerumus di dalam dosa-dosa. Jika tidak terus-menerus melakukan dosa, yakni meskipun manusia melakukannya secara sengaja tapi setelah itu dia merasa malu lalu meninggalkannya dan bertaubat, maka orang yang seperti itu bukanlah pendosa, karena “mengumpulkan” pun termasuk kedalam makna kasaba dan kata tersebut juga mengisyarahkan kepada keberlanjutan (terus menerus). Walhasil dari sisi makna-makna tersebut, menurut syariat islam pendosa yang layak untuk mendapatkan hukuman adalah orang yang secara sengaja melakukan perbuatan dosa dan setelah itu dia tidak bertaubat.


Sebagaimana pada ayat yang lainnya, yang artinya:
orang-orang yang terhindar dari dosa-dosa besar dan aib yang nyata. Kecuali setelah terjerumus dia meninggalkannya (Allah Ta’ala akan membalas mereka). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya (An Najm:32)

Allah Ta’ala menjelaskan berkenaan dengan hukuman yakni, ma’waahumun naaro, ma’wa (tempat tinggal) mereka nanti adalah api. Seperti yang telah dijelaskan bahwa ma’wa adalah tempat untuk berlindung dan tempat yang dihuni manusia. Sangatlah mengherankan, karena dalam ayat ini api ditetapkan sebagai tempat berlindung dan tempat tinggal, tapi dengan sedikit merenungkan akan bisa difahami, bahwa dalam ayat ini dijelaskan mengenai hakikat hukuman Ilahi. Allah Ta’ala menghukum manusia tidaklah bertujuan untuk menyakiti/menyusahkan, melainkan sebagai proses penyembuhan.

Sebagaimana halnya manusia tidak menyukai sulitnya proses pengobatan, tapi pada akhirnya dia akan menganggap hal itu dilakukan demi kebaikan dirinya lalu menerimanya. Begitu juga ketika hakikat azab telah dibukakan sepenuhnya kepada seorang pendosa, maka dia akan menganggap api yang didalamnya dia akan dimasukkan itu sebagai ma’wa (tempat tinggalnya) yakni azab yang hakiki menjadi sarana untuk mendapatkan najat sekalipun menyebabkan kemarahan Allah Ta’ala dan menciptakan jarak dengan-Nya.

Jadi dengan menggunakan kata ma’wa, menjelaskan bahwa azab bukanlah sarana untuk menjerumuskan (manusia-Pent) ke dalam malapetaka, melainkan sarana untuk mensucikan dan hanya itulah yang menjadi sarana untuk mendapatkan najat dan kesucian. Kenapa azab ukhrawi disebut dengan naar, karena dunia merupakan kumpulan dua penzahiran nari dan nuri. Ikatan dengan Allah Ta’ala membawa manusia kepada nur yang memberikan penyejuk dan kebahagiaan. Sedangkan tunduk kepada dunia akan membawa manusia kepada naar. Karena keburukan adalah api. orang yang memilihnya (api), maka tempat yang serupa jugalah yang telah dipilihkan baginya.

(Penerjemah:Mahmud Ahmad Wardi)
(Tafsir Kabir jilid III,Hal. 32-33)


ShareThis

 

Kembali lagi ke atas