Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE

Selasa, 01 Juni 2010

Tradisi-Tradisi Buruk Dalam Pernikahan Bagian I


Kecenderungan Tidak Adanya Pardah Dalam Acara-acara Perkawinan
Hazrat Khalifatul Masih Ar-Rabi bersabda:” Salah satu diantara keburukan-keburukan yang merajalela adalah kecenderungan untuk tidak menerapkan pardah (dalam pernikahan). Yang pastinya hampir melewati batas-batas hukum syariat dan dalam hal ini orang yang merayakan pernikahan sedang menzahirkan ketidaksopanan, karena diantara tamu-tamu terhormat yang hadir diantaranya banyak sekali anak-anak yang pemalu/polos dan berpardah. Tapi tanpa rasa canggung mereka (pemilik acara) memanggil juru photo, memanggil orang-orang yang tidak berkepentingan dan ghair muhrim untuk berphoto dan tidak perduli bahwa acara tersebut hanya terbatas untuk kerabat dekat saja. Berkenaan dengan hal ini hendaknya diberikan nasihat secara jelas dan terus menerus, yakni jika anda ingin membuat video dan lain-lain didalam rumah, maka informasikan terlebih dahulu kepada para tamu lalu puaskanlah keinginan tersebut dalam ruang keluarga khusus yang terbatas (Al Fazl 26 juni 2002 hal.4)

Menjaga Pardah Dari Pengantin Pria
Hazrat Muslih mau’ud bersabda:” Pada saat pengantin pria tiba, karena menganggap dia bukan orang lain, sehingga para wanita di lingkungan tersebut tidak menganggap perlu menjaga pardah darinya, malah berkata,” apa perlunya menjaga pardah darinya? Mereka tidak hanya tidak mengindahkan pardah, bahkan bercanda dan ketawa-ketawa dengannya (pengantin pria) .(Khutbat Mahmud Jld. III Hal. 71)

Pengumuman Penikahan Dengan Dif (Menabuh Gendang)
Sesuatu yang buruk adalah haram, sebaliknya sesuatu yang suci adalah halal. Allah Ta’ala tidak mengharamkan sesuatu yang suci, tapi menghalalkan segala sesuatu yang suci. Memang, kalau sesuatu yang buruk dicampuradukkan dengan sesuatu yang suci, maka dia (yang halal) akan menjadi haram. Sekarang mengumumkan pernikahan dengan menabuh gendang adalah dibolehkan, tapi ketika didalamnya dicampuradukkan dengan tari-tarian dan lain-lain, maka menjadi terlarang. Apabila dilakukan sesuai dengan yang disabdakan oleh Nabi Karim saw, maka tidaklah haram. (Malfuzat jilid V hal. 354-355)


Menetapkan Hak Mahar Dalam Jumlah Yang Besar Dengan Maksud Pamer
Hazrat muslih Mau’ud ra bersabda,” Dalam memberikan mahar, (Agama yang hak) sekali-kali tidak mengizinkan (perbuatan) pamer yang akan menyebabkan penipuan. Walhasil, orang yang menetapkan mahar dalam jumlah yang besar dengan maksud pamer kepada orang lain, padahal tidak dibayarnya, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang berdosa. Mereka yang menetapkan mahar kurang dari kemampuannya adalah termasuk orang-orang yang berdosa juga. (Khutbah Mahmud, Jld III, hal.29)
Lalu bersabda,” Bayarlah mahar sesuai dengan syariat dan bayarlah dengan jumlah yang tidak akan menyulitkan sang suami. (Khutbah Mahmud, Jld III, hal.302)
Hazrat Khalifatul Masih Al-Khamis aba bersabda,” Jika ada pesta/acara para wanita, maka wanita-wanita lajnah imaaillah lah yang bekerja. (Khutbah Masroor, Jld II, hal.88)

Nikah Dan Tradisi-tradisi Buruk
Hazrat Masih Mau’ud as bersabda,” Aatishbaaziy (tradisi pertunjukan kembang api/petasan pada pernikahan), pertunjukan dan lain-lain sama sekali dilarang, karena selain merugikan, tidak ada manfaat yang bisa diperoleh darinya”. (Malfuzat, jld II hal.310)
Hazrat Muslih Mau’ud ra bersabda,”
Pernikahan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan, kedamaian, ketentraman dan ketakwaan kepada Allah. Tapi di zaman ini dengan adanya tradisi-tradisi buruk dan bid’ah-bid’ah, telah menjadikan (pernikahan) sebagai penyebab timbulnya kesedihan (malapetaka) baginya (si pelaku). Saya berharap supaya anggota jemaat ahmadiyah lebih berani lagi untuk memisahkan pernikahannya dari tradisi-tradisi buruk, bid’ah-bid’ah dan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan sunnah Nabi saw, sehingga maksud yang hakiki dari pernikahan bisa tercapai. (Khutbah Mahmud, Jld III, hal.20)

Kartu Undangan
Hazrat Khalifatul masih Al Khamis aba bersabda,” Untuk (mecetak) kartu undangan pernikahan pun dikeluarkan biaya yang sangat banyak. Di Pakistan, kartu undangan bisa dicetak dengan biaya sebesar 1 rupee (150 rupiah)/lembar. Disini juga bisa dicetak dengan harga murah yakni 5, 7 pence. (Sebenarnya) Hanya ingin mengirimkan kartu undangan, bukannya untuk dipamerkan kan? Tapi, tanpa alasan dikeluarkan biaya yang sangat besar untuk mencetak kartu undangan. Kalau ditanyakan kepada mereka, lantas menjawab,” (kartu undangan) dicetak dengan biaya yang sangat murah, hanya 50 rupees (7500 rupiah)/ lembar. Sekarang dengan biaya 50 rupees/lembar tersebut, jika dicetak sebanyak 500 eksemplar, maka totalnya akan menjadi 25.000 rupee (3.750.000 rupiah). Padahal kalaulah 25.000 rupees itu digunakan untuk menikah oleh orang yang tidak mampu, maka dia akan tenggelam didalam kebahagiaan dan gejolak rasa syukur. Banyak sekali tempat-tempat seperti itu, yang bisa diselamatkan. Dan bagi mereka yang mendapatkan taufik, mereka mengatakan bahwa kami bisa memberikan bantuan pada pernikahan orang-orang (yang tidak mampu-Pent). (Khutbah Masroor, Jld III, hal.334)

(Point-point) Rekomendasi Majlis Musyawarah 2009 yang Terpisah-Pisah
Tidak adanya disiplin waktu pada saat pernikahan sudah menjadi hal yang biasa dan dianggap bukan masalah, kita harus menghindarinya. Kita telah beriman kepada orang yang telah difirmankan kepadanya “Waktumu tidak akan disia-siakan”. Merias pengantin perempuan di salon kecantikan dengan biaya yang sangat besar adalah tidak benar. Tradisi tersebut harus dikurangi. Begitu pengantin perempuan dirias di salon kecantikan, sehingga dia tidak bisa datang tepat waktu pada resepsi pernikahan adalah tidak benar. Sang pengantin perempuan hendaknya siap tepat waktu dalam segala kondisi.
Janganlah memboroskan uang untuk mencetak kartu undangan pernikahan. Hindarilah kartu undangan pernikahan yang mewah dan mahal.
Membelanjakan uang yang banyak untuk membeli gaun pengantin perempuan adalah tidak baik, karena gaun yang seperti itu pada umumnya tidak dipakai lagi (setelah pernikahan-Pent). jika saja lajnah mengumpulkan dan membagikan pakaian-pakaian seperti itu kepada anak-anak yang tidak mampu, itu bagus.
Tradisi membuatkan dan memakaikan pakaian seragam berwarna kuning pada seluruh pria dari pihak laki-laki dan perempuan pada saat menggambar mehendi (tradisi menggambar motif-motif pada bagian tubuh di India) adalah tradisi tidak baik, kita harus menghindarinya. Di kota-kota besar terdapat tradisi baaraat (pawai arak-arakan pengantin pada malam hari) yang berlangsung sampai larut malam, begitu larutnya malam sehingga ada kekhawatiran mahrum dari melaksanakan shalat shubuh. Sampai larut malam sekali adalah tidak baik.
Tradisi Bid, Mayung bathana (tradisi memakaikan pakaian berwarna kuning pada pengantin pria dan wanita lalu memintanya duduk, pada saat beberapa hari sebelum pernikahan), memaksa pengantin laki-laki untuk bernyanyi, menyawer uang pada pawai arak-arakan pengantin, sar baalaa (tradisi menggantungkan bunga-bunga yang dirangkai pada tali dari kepala sampai dada pada pengantin pria), memamerkan barang-barang pemberian pengantin pria kepada orang lain, membayar para waria untuk menari, memasangkan kalung yang dirangkai uang dan lain-lain adalah tradisi yang tidak baik.
(Mempertunjukan) kembang api udara dengan berlebihan dan pamer juga sangat berbahaya, untuk masalah itu perlu perhatian dan nasihat khusus.
Membelanjakan uang untuk pemasangan lampu-lampu kelap-kelip yang berlebihan adalah tidak baik. Saat ini disebabkan karena efisiensi daya, sehingga pemerintahan pun mencanangkan gerakan untuk tidak mengadakan pemasangan lampu-lampu tersebut. (Rekomendasi shura 2009, hal.12-14)

Membelanjakan Uang Untuk Perhiasan Dan Lain-lain Yang Melebihi Kemampuan Pada Saat Pernikahan
Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra bersabda:“ Pada zaman ini, untuk mengangkat martabat dan kehormatan, orang-orang membelanjakan uang yang melebihi kemampuannya untuk membeli perhiasan dan lain-lain pada saat pernikahan, yang akibatnya, alih-alih memberikan kebahagiaan bagi mereka, justru mereka terpaksa harus menanggung hutang kepada orang lain sehingga menyulitkan diri mereka sendiri untuk melunasinya. Jika seseorang memiliki uang yang sangat banyak, maka tidak dilarang baginya untuk membelanjakan uangnya pada saat pernikahan sampai pada batas yang sesuai. Tapi bagi mereka yang tidak mempunyai uang, lantas berbelanja dengan meminjam uang terlebih dahulu kepada orang lain dengan maksud untuk mengangkat derajat kehormatannya, maka perbuatannya ini termasuk kedalam pemborosan. (Tafsir Kabir Jilid 6, hal. 571)
Hazrat Khalifatul Masih Al-Khamis aba bersabda,” Setiap kaum dan setiap penduduk suatu negeri di dunia ini memiliki berbagai tradisi. Diantara tradisi-tradisi itu, salah satunya adalah tradisi perkawinan. Di negeri-negeri kita pada saat perkawinan, mereka mempertunjukan lagu-lagu yang seronok dan jorok, sehingga dengan mendengarnya pun kita akan merasa malu. Didalam lagu-lagu tersebut digunakan kata-kata yang sangat jorok dan sia-sia, sehingga saya merasa heran, bagaimana mereka bisa (tahan-Pent) mendengarkannya. Alhamdulillah, lingkungan orang-orang ahmadi terjaga sampai batas tertentu dari perbuatan yang laghou dan sia-sia itu. Tapi karena begitu cepatnya menyerap (budaya) orang lain, sehingga di lingkungan kita india dan Pakistan, hal-hal (laghou) tersebut mulai menemukan celah untuk masuk. Dengan meniru agama lain yang sangat menjunjung tinggi martabat kehormatan dan menganggap agama tidak ada kepentingannya, ketika merayakan kebahagiaan mereka mabuk-mabukan, menari, bernyanyi, minum-minuman keras, kerusakan akhlak yang luar biasa, semoga Allah menjaga kita. Seperti yang telah saya katakan, bahwa orang-orang ahmadi pun bisa terpengaruh oleh lingkungan yang seperti itu, bahkan saya juga telah menerima beberapa keberatan. Ingatlah! orang ahmadi harus menjaga diri mereka sendiri dan terhindar dari kelaghouan itu.
Semoga kita mampu menghindarkan diri kita dari segala macam bidah dan beban-beban dalam tradisi, menjadi orang-orang yang mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala, sunnah Rasulullah saw dan mendahulukan agama daripada dunia sesuai dengan ajaran hakim adil di zaman ini. Mendahulukan agama daripada dunia merupakan amalan yang bisa menghimpun seluruh kebaikan dalam diri kita dan menekankan kita untuk meninggalkan seluruh keburukan dan tradisi yang sia-sia. Kita hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita semua untuk itu. (Khutbah Masroor Jld. III Hal. 685-700)
Sebagian keluarga yang sedang merayakan pernikahan, karena terpengaruh oleh perkataan orang lain, dipaksa atau untuk memamerkan diri, bahwa si A juga mengadakan pertunjukan lagu-lagu, si B melakukan ini dan itu, kita pun harus melakukannya. (Sebenarnya) mereka sedang menghancurkan kebaikan-kebaikannya sendiri. Setiap ahmadi hendaknya terhindar dari itu. Jika si A melakukannya, maka dia sendirilah yang akan melakukan perhitungan dan kalian akan melakukan perhitungan sendiri. Jika orang lain melakukannya tapi tidak diketahui orang, sehingga terselamat dari cengkraman nizam, maka tidaklah mesti bahwa kamu juga akan selamat. Yang terpenting adalah jika ingin mengamalkan semua perbuatan itu atau ingin melakukan kebaikan-kebaikan, maka lakukanlah demi Allah Ta’ala! Dia sedang melihatnya. Karena itu untuk ikut serta dalam jemaat Masih Mau’ud as harus terhindar dari semua hal yang bisa menimbulkan bidah bidah dalam agama. (Mahnamah mishbaah july, august 2009, Hal.66)

Sehrabandiy (mengikatkan bunga atau mutiara yang dirangkai pada tali di kepala kedua mempelai)
sehrabandi termasuk kedalam cara cara bidah yang menjadikan manusia sebagai kuda (Al-Fazl 4 Januari, 1946)

Nyanyi-nyanyian perempuan pada saat pernikahan
Bagaimana jika para pemudi dari pihak pengantin pria atau wanita bersama-sama menyanyikan lagu di rumah?
Jawab:”Jika lagu-lagu itu tidak jorok dan kotor, tidaklah mengapa. Pada saat Rasulullah saw hijrah ke Madinah, sekelompok wanita muda bersama-sama menyanyikan lagu untuk memuji Beliau saw. Di mesjid ada seorang sahabat yang membacakan syair dengan suara yang merdu nan indah, lalu Hazrat Umar melarangnya. Orang itu menjawab,” Saya pernah membacakan ini didepan Rasulullah saw, beliau saw tidak melarang saya, bahkan suatu ketika beliau saw mendengarkan syairnya, lalu Rasul saw bersabda kepada orang itu “rahmatullah” Kepada siapa saja beliau ucapkan kata itu, orang tersebut selalu syahid. Maksudnya, jika didalamnya tidak terdapat lagu-lagu yang seronok dan sia-sia, maka tidaklah dilarang. Tapi hendaknya pria tidak hadir dalam majlis-majlis perempuan seperti itu. Ingatlah jika didalamnya terdapat sedikit saja hal-hal yang seronok dan sia-sia, maka itu dilarang.
Ini adalah hal-hal yang manusia bisa mengambil fatwanya sendiri. jika didalamnya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketakwaan dan keridloan Allah Ta’ala dan tidak ada memberikan manfaat bagi manusia, itu adalah dilarang. (Malfuzat jld II hal.311)

Mengumumkan Pernikahan Dengan Menggunakan Dif (gendang)
mengumumkan pernikahan dengan menggunakan dif diperlukan karena pengumuman dengan cara seperti itu bisa menjadi saksi jika dimasa yang akan datang terjadi perselisihan. Begitu juga jika ada orang yang membagikan manisan pada saat lamaran (pra nikah), tujuannya supaya pelamaran tadi menjadi matang, hal tersebut bukanlah dosa. Sebaliknya Jika tidak didasari niat seperti itu, melainkan bertujuan untuk memperlihatkan pamor dan ketokohannya, maka yang seperti itu tidak boleh. (Al Hakam 17 April 1903 hal.2)

Pemborosan Uang dan Tradisi Membagi-bagikan bhaji (makanan-makanan ringan/sayuran) Dalam Pernikahan
Satu lagi tradisi buruk di negeri kita adalah membelanjakan ratusan rupees (India) secara sia-sia pada saat pernikahan. Hendaknya diingat bahwa membagi-bagikan makanan (pada saat pernikahan) kepada orang-orang untuk memperlihatkan ketokohan dan kebesaran, memberikan dan memakannya secara syariat adalah diharamkan. Menyalakan kembang api/petasan, memanggil wanita-wanita nakal, orang-orang yang tidak punya malu untuk meramaikan, tukang memainkan music dan lagu semua itu adalah haram mutlak. (Fatawa Hazrat Masih Mau’ud as hal.145)

Tanbowl (Satu tradisi pada saat pernikahan yakni kerabat dan sanak saudara memberikan uang sebatas kemampuan), (salami/uang yang diberikan oleh keluarga pengantin wanita kepada pengantin pria pada saat rukhsatiy (perisahan)/Neondra)
Seseorang bertanya,”Berkenaan dengan tanbowl, bagaimana nasihat Huzur? Hazrat Masih Mau’ud as bersabda,” Itu adalah salah satu bentuk bantuan saudaranya. Ditanyakan lagi,” Mereka yang memberikan tanbowl dengan niat supaya dengan memberi 5 rupee, kita akan mendapatkan 6 rupee, lalu membelanjakan uang itu untuk membayar penghibur (penyanyi dan penari)
Bersabda,” Jawaban kami adalah kaitan dengan tradisi yang sebenarnya, yakni jiwa tidak menentang tradisi. Yang tersisa adalah niat. Bagaimana anda mengetahui akan niat setiap orang. itu adalah perikeadaan orang-orang yang serakah yakni memberikan (tanbowl) dengan niat supaya bisa mendapatkan balasan yang lebih atau menghitung-hitung hal-hal yang remeh. Ada juga orang-orang yang baik, memberikan tanbowl dengan niat untuk mengamalkan perintah membantu dan menjalin hubungan kasih sayang semata. Bahkan ada juga sebagian orang yang tidak ingin mengambilnya kembali dan semata-mata menolong orang yang tidak mampu. Wahasil, jawaban dari semua itu adalah innamal ‘amaalu binniyyaat (amalan tergantung kepada niat) (Al-Badr 17 Januari 1907, Hal.4)

Akibat Buruk Dari Menempuh Tradisi Yang Tidak Baik
Hazrat Khalifatul Masih Tsani bersabda,” Saat ini mereka yang telah berpaling dari keitaatan terhadap hukum-hukum dan terperangkap dalam berbagai macam tradisi, sedang melihat akibat yang sangat buruk. Mereka sedemikian rupa memboroskan uang pada saat pernikahan, tidak hanya dia sendiri, bahkan orang yang dinikahinya pun ikut terlilit hutang seumur hidupnya dan seringkali tidak ada kesepakatan pada pihak pria dan wanita. Dalam hal ini Jemaat kita khususnya, hendaknya mematuhi hukum-hukum syariat, sehingga pernikahan mereka bisa memberikan hasil yang luhur dan baik. Hindarilah segala keburukan yang dengannya orang lain akan terpaksa menanggung penderitaan (Khutbah Mahmud, Jld. 3 Hal 72)

Tradisi-Tradisi Yang Termasuk Kedalam Hal Yang Laghou (Sia-sia)
Dalam menjelaskan tafsir surat Al-A’raf ayat 158 Hazrat Khalifatul Masih Ar-Rabi’, dalam kesempatan khutbah Jumah bersabda,” Berupayalah untuk tidak membiasakan (hidup) berlebih lebihan. Dalam hal-hal yang diperbolehkan pun tetaplah untuk tinggal dalam batas-batas (tidak berlebih-lebihan-Pent). Banyak sekali tradisi-tradisi, perbuatan-perbuatan yang terpaksa dilarang karena dilakukan dengan. Ada sebagian amalan yang disebut sebagai aghlal belenggu pada leher, yakni tradisi-tradisi yang secara khusus termasuk kedalam kategori yang sia-sia, dalam kondisi apapun (amalan tersebut) tidak disukai. Dalam kehidupan bermasyarakat pun hendaknya terhindar dari itu. Misalnya pada saat pernikahan mengadakan pertunjukan tetabuhan, meminta penari untuk menari, memanggil maratsi (pembaca nazm untuk orang-orang yang sudah meninggal), menyalakan kembang api/petasan, mengadakan pertunjukan-pertunjukan seperti itu sehingga menjadi beban berat bagi suatu kaum, tidak ada sanad (yang meriwayatkan hadits) berkenaan dengan amalan tersebut, tidak juga disunnahkan pada zaman Rasul Akram saw dan tidak juga Hazrat Masih Mau’ud as mengizinkan untuk mengamalkan hal-hal tersebut, bahkan secara terang-terangan Beliau as melarangnya. Untuk itu kita harus menghindari hal-hal tersebut, jika tidak, akan menjadi belenggu pada leher. Maksudnya adalah tradisi-tradisi ini sedikit demi sedikit akan menguasai suatu bangsa, sehingga kebebasannya bisa merubah sesuatu yang baik menjadi buruk, akibatnya mereka akan menjadi hamba dari tradisi dan tidak akan bisa terlepas lagi darinya. (Khutbah Tahir Jilid II Hal.632-633)

Tradisi Pernikahan adalah agamis/religious
Hazrat Khalifatul masih Al-Khamis aba bersabda,” Hazrat Rasulullah saw tidak bersabda bahwa setiap orang, setiap qabilah harus selalu membiasakan menabuh gendang (pada saat pernikahan), ini adalah suatu keharusan. Maksudnya adalah yang sesuai dengan tradisi masing-masing, janganlah mengamalkan tradisi-tradisi yang bisa menimbulkan kerusakan dalam agama. Zahirkanlah selalu kebahagiaan dengan berpedoman pada hal tersebut, (didalamnya) terdapat kebahagiaan yang tidak membebani dan juga tidak dilarang untuk melakukannya. Sebaliknya, amalan-amalaan yang bisa menimbulkan bahaya menyebarnya syirik dan menimbulkan kerusakan dalam agama, tidak bisa diizinkan. tradisi pernikahan juga merupakan satu agama juga. Kapan saja Hazrat Rasulullah saw bersabda bahwa,” Ketika kalian berfikir untuk menikah, maka dalam segala hal, utamakanlah wanita yang (dari sisi-Pent) agamanya lebih baik. Karena itu keliru jika mengatakan bahwa pernikahan itu adalah hanya penzahiran kebahagiaan semata, kebahagiaan, dan hak pribadi saya adalah amalan kita. Jika pernikahan itu hanya merupakan keramaian, keributan, tetabuhan, maka kenapa pada saat menyampaikan khutbah nikah, Hazrat Rasulullah saw memulai dengan puji sanjungan kepada Allah Ta’ala dan begitu menekankan untuk menjaga ketaqwaan dan tidak hanya menekankan, bahkan (menekankan bahwa-Pent) dasar dari setiap nasihat dan petunjuk dalam pernikahan adalah ketaqwaan. Walhasil, sembari tetap dalam (prinsip) keadilan, agama yang hak mengizinkan perkara-perkara yang diperbolehkan tersebut, hendaknya tetaplah berada dalam batas-batas itu dan dengan adanya izin tersebut, janganlah mengambil manfaat dari perkara-perkara yang tidak diperbolehkan. Janganlah melebihi batas-batas (yang sudah ditetapkan) sehingga akan menimbulkan kerusakan dalam agama. (Masy’al rah jilid 5 bagian 3 hal. 152-153)

Menganggap beberapa tradisi sebagai satu kewajiban dan Diamalkan Pada Saat Pernikahan
Hazrat Khalifatul masih Al Khamis aba bersabda,” Jadi, adalah satu kewajiban bagi kita, jika tidak ada hambatan, larangan, kita harus menikah. Tapi didalamnya terdapat beberapa tradisi buruk, khususnya pada masyarakat Pakistan dan india sudah mendapatkan tempat, Yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan talim (Islam).
Sekarang, untuk mengamalkan beberapa tradisi buruk itu, dikeluarkan biaya sampai batas tertentu sehingga didalam masyarakat yang didalamnya diamalkan tradisi buruk itu dilakukan dengan penuh kegaduhan. Disana sudah menjadi satu pemikiran bahwa mungkin (tradisi) ini pun termasuk kedalam syarat-syarat wajibnya (rukun) pernikahan, yang tanpanya pernikahan tidak bisa dilakukan. (roznamah AL Fazl 2 Maret 2010)
Hindarilah segala sesuatu yang akan menimbulkan keburukan dan bid’ah dalam agama.
Hazrat Khalifatul masih Al Khamis aba bersabda:“ Untuk bergabung dalam jemaat Hazrat Masih Mau’ud as harus terhindar dari segala sesuatu yang akan menimbulkan keburukan dan bid’ah dalam agama, Diantaranya jahez (tradisi memberikan sesuatu barang oleh orang tua pengantin perempuan kepada pengantin pria pada saat rukhsati/perpisahan), pengeluaran biaya untuk pernikahan, walimah, tradisi buruk, dan beberapa tradisi-tradisi lainnya yang sama sekali merupakan kesia-siaan dan beban. Kita hendaknya berbahagia karena telah beriman kepada agama yang membebaskan kita dari tradisi-tradisi kaum dan keluarga. tradisi yang telah membuat kehidupan menjadi tidak nyaman/tidak disukai. Jangan pula dengan meniru-niru agama lain kita mulai menempuh cara-cara yang laghou tersebut. (Masy’al rah jilid 5 bagian 3 hal. 153-154)

Bukanlah suatu keharusan untuk Mengundang Orang Dalam Jumlah Yang Sangat Banyak Dalam Resepsi Walimah
Yang kedua adalah walimah. Perintahnya yang sebenarnya adalah mengundang kerabat sendiri. Kalau diperhatikan, maka dalam inilah salah satu perintah untuk undangan pernikahan. Tapi itupun tidak mesti dalam jumlah yang besar. Sesuai dengan taufik. bisa mengundang orang-orang dan memberi mereka makan sesuai dengan taufik yang dimiliki. (Al Fazl 2 Maret 2010)
Dalam acara-acara pesta kita hendaknya nampak kesederhanaan. Jika Allah Ta’ala menganugerahkan kelapangan rezeki pada seseorang dan dia mengamalkan wa ammaa bini’mati robbika fahaddits, lalu membelanjakan uang untuk merayakan pestanya sesuai dengan kemampuan, maka diapun hendaknya memikirkan orang-orang miskin yang lainnya dan memperhatikan prinsip-prinsip pemborosan. Bersabda dalam satu kesempatan,” Orang yang membelanjakan (hartanya) lebih dari keperluan adalah saudara syaitan. Mereka yang tidak diberikan kelapangan rezeki oleh Allah Ta’ala, janganlah meniru orang-orang kaya dengan membebani diri sendiri dengan beban yang tidak perlu dan sulit untuk melepaskannya. Hazrat Rasulullah saw bersabda,” Makanan yang seburuk-buruknya adalah makanan pada resepsi walimah yang didalamnya diundang orang-orang kaya sedangkan orang-orang miskin tidak (Muslim Kitabun Nikah bab Al amru biijaabatid daa’iy ila da’wah)
Sebagian orang mengatakan bahwa diantara kami ada sebagian kecil orang saja yang terjerumus dalam tradisi yang buruk, tapi kenapa didalam jemaat ini diterbitkan literature dalam jumlah yang sangat banyak? Kenapa sampai-sampai di peringatkan di berbagai tingkatan berkenaan dengan masalah itu? Hendaknya diingat bahwa setiap penyakit bermula dari hal-hal yang sepele. Kebijaksanaan terletak pada kehati-hatian sampai batas tertentu terhadap sesuatu hal, pada saat permulaan timbulnya masalah. Dan tepat pada waktunya jiwa kita diselamatkan dengan upaya-upaya. Begitu jugalah tugas seorang mukmin untuk dari sejak awal mencegah (timbulnya) perkara-perkara yang bisa menyebabkan jatuhnya keimanan kedalam jurang bahaya. Meskipun mereka yang terjerumus dalam tradisi-tradisi buruk itu jumlahnya sedikit dalam jemaat ini, tapi jika jemaat tidak memprosesnya dengan upaya-upaya yang akan memberikan pengaruh, maka sedikit demi sedikit berbondong-bondong orang bisa terjerumus kedalam penyakit itu.

Muthalabah (Permintaan Sejumlah Barang/Uang Yang Disampaikan Pada Saat Pernikahan)
Hazrat Muslih Mau’ud ra berkali kali menekankan kepada jemaat dalam kesempatan khutbah nikah bahwa janganlah dibiasakan menyampaikan permintaan (dalam kesempatan pernikahan). Dalam kesempatan khutbah nikah pada tanggal 27 maret 1931 Huzur ra bersabda,” Saya ingin menekankan kepada jemaat bahwa dalam corak apapun tradisi buruk itu, tetap saja buruk. Saya sedih, karena apabila anggota jemaat kita menghapuskan beberapa tradisi buruk, lantas mereka pun menggantikannya dengan upaya-upaya dalam corak yang lainnya. Pada saat pernikahan, telah diputuskan terlebih dahulu dirumah-rumah bahwa akan dibawakan sekian perhiasan dan pakaian-pakaian, lalu sedikit-demi sedikit, syarat-syarat tersebut mulai berubah kedalam bentuk tulisan-tulisan, yang selanjutnya disampaikan kepada saya. Syariat hanya menetapkan mahar. Selain dari itu apabila ada permintaan perhiasan dan pakaian dari pihak perempuan, itu adalah ketidak punya maluan semata yang dalam pemahaman saya tidak lain sama halnya dengan menjual anak perempuan. Saya sampaikan bahwa untuk masa yang akan datang, jika saja saya mengetahui, bahwa seseorang telah menetapkan syarat perhiasan, pakaian dan lain-lain atau pihak perempuan melakukan perbuatan yang serupa itu, maka saya tidak akan umumkan pernikahan orang yang seperti itu. (Al Fazl 7 April 1931)
Selanjutnya pada satu kesempatan Huzur ra bersabda,”
Terkadang mereka memperbincangkan hal yang tidak berdasar dan menetapkan persyaratan yang sia-sia, sehingga sangatlah mengherankan. Misalnya mereka menetapkan persyaratan jahez (tradisi memberikan sesuatu barang oleh orang tua pengantin perempuan kepada pengantin pria pada saat rukhsati/perpisahan), jika sanggup memberikan sejumlah barang, sesuai dengan yang ditetapkan, maka kami akan menikahkannya, semua ini adalah laghou. Selama bertahun-tahun, saya terus menerus menekankan kepada jemaat untuk memperbaiki hal-hal seperti ini. Jika saja anggota jemaat memperhatikan hal tersebut, maka bisa terjadi perbaikan dengan cepat. Jika mereka (anggota jemaat-Pent) berjanji bahwa kami tidak akan menghadiri pernikahan yang didalamnya ditetapkan persyaratan (muthalabah) oleh pihak manapun diantara kedua belah pihak yang menikah, maka lihatlah! dalam waktu yang tidak lama, mereka akan mulai menyesali dan jera dari perbuatan-perbuatan yang buruk tadi. Memang tidak ada yang lebih rendah daripada anak-anak perempuan yang diperjual belikan oleh orang tuanya seperti halnya carpaiy (tempat tidur di india yang terbuat dari kayu dan tali) yang dipajang dipasar, lalu tawar menawar harga. Walhasil jemaat kita hendaknya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang seperti ini dan berjanji bahwa kami tidak akan menghadiri pernikahan yang demikian sekalipun itu adalah (pernikahan) saudara kandung sendiri. (Al Fazl 18 April 1947)

Jahez (tradisi memberikan sesuatu barang oleh orang tua pengantin perempuan kepada pengantin pria pada saat rukhsati/perpisahan)
Suatu ketika seseorang datang ke hadapan Hazrat Khalifatul masih Awwal ra, mengatakan bahwa saya adalah sayyid (keturunan Rasul saw), saya akan mengadakan pernikahan puteri saya, saya mohon tuan bisa menolong saya saat ini. Beliau ra bersabda,” Saya siap untuk memberikan semua sarana kepadamu untuk keperluan pernikahan puterimu, seperti yang telah diberikan Rasul Karim saw kepada puterinya Fatimah. Setelah mendengar ini, dengan terpaksa dia berkata,”Apakah tuan ingin menjatuhkan kehormatan saya? Hazrat Khalifatul masih Awwal bersabda,” Apakah kehormatan kamu lebih luhur dari pada kehormatan Rasulullah saw? Kehormatan kamu terletak pada kesayyidan kamu. sejumlah jahez seperti yang telah diberikan Rasulullah kepada Hazrat Fatimah saja tidak membuat kehormatan Beliau saw menjadi jatuh, apalagi kamu? (Hayat e Nur hal. 530)

Memamerkan Jahez Atau Bari (Pemberian sesuatu barang dari pihak pengantin pria kepada pengantin wanita
Pada tahun 1921, dalam kesempatan Mengumumkan Pernikahan, Hazrat Muslih Mau’ud ra bersabda,” Tradisi memamerkan jahez dan lain-lain dalam masyarakat. Hendaknya keiasaan itu ditinggalkan. Ketika mereka memamerkannya, maka orang lain pun akan bertanya. Jika tradisi memamerkan itu dihapuskan, maka orang-orang pun akan berhenti dari bertanya (Al Fazl 17 Februari 1921)

Pamer Pada Saat Pernikahan
Hazrat Khalifatul masih Al-Khomis aba bersabda,” Hazrat Aqdas Masih mau’ud as bersabda,” Kalian berjanji baiat jugalah kepadaku bahwa kalian tidak akan mengikuti tradisi buruk. Tradisi yang kamu campur baurkan dalam agama itu semata-mata karena tradisi tersebut merupakan bagian dari lingkungan yang kamu tinggal didalamnya. Kalian mengamalkan tradisi-tradisi itu karena kalian jumpai itu didalam agama-agama lain,. Misalnya pada saat pernikahan terdapat tradisi-tradisi yang sia-sia. Seperti memamerkan bari (barang-barang yang diberikan pihak pria kepada pengantin wanita), jahez, dipamerkan secara resmi. Agama yang haq (Islam) hanya mengumumkan pernikahan dengan pernyataan hak mahar, selebihnya adalah tradisi yang sia-sia. Pertama, mereka yang memiliki taufik mempertunjukkan bari atau jahez dengan maksud ingin memamerkan perlipatgandaan semata, yakni sudahkah (kalian melihat) apa pun yang telah diberikan oleh para tamu yang hadir kepada abang, kaka perempuan, putera, Puteri pada saat pernikahan, lihatlah bagaimana kami telah memberikannya lebih banyak lagi dari itu? Hanya membanding-bandingkan dan pamer semata. Saat ini dengan karunia-Nya yang khas, setelah datang kemari banyak sekali diantara anda yang telah dianugerahkan harta yang banyak oleh Allah Ta’ala. Inipun adalah berkat dari baiat kedalam jemaat Hazrat Masih Mau’ud, buah dari pengorbanan para pendahulu kita dan keberkatan dari doa-doa mereka. Dalam menzahirkan (rasa syukur) akan karunia dan keberkatan-keberkatan itu, alih-alih tunduk dihadapan Allah Ta’ala dan membelanjakan harta di jalan-Nya, dalam kesempatan pernikahan Sebagian orang malah menzahirkannya dengan tujuan untuk memamerkan kemasyhuran dan membangga-banggakan diri sendiri, terjerumus dalam tradisi-tradisi (buruk) tersebut lalu menghambur-hamburkan makanan pada saat pesta perkawinan dan walimah dan dibuatkan banyak sekali dashen untuk tujuan pamer, sehingga orang-orang miskin atau yang kurang mampu mulai meniru-niru akibatnya demi memamerkan jahez dan lain-lain mereka pun mulai terlilit hutang. Terkadang disebabkan karena permintaan jahez dari para gadis dari pihak pengantian pria, sehingga Apa kata orang nanti jika menantu perempuan tidak membawa jahez”, akhirnya berhutang. Pihak keluarga pengantin pria pun hendaknya memiliki rasa takut kepada Allah Ta’ala. Janganlah karena tradisi dan ingin meninggikan kehormatan, lantas menjerumuskan orang-orang miskin kedalam kesulitan dan hutang (Syarat-syarat baiat dan tanggung jawab orang ahmadi hal. 92-93)

Pemberian Jahez (tradisi memberikan sesuatu barang oleh orang tua pengantin perempuan kepada pengantin pria pada saat rukhsati/perpisahan) dan Bari (Pemberian sesuatu barang dari pihak pengantin pria kepada pengantin wanita)
Hazrat Muslih Mau’ud ra bersabda:”Tidak diragukan lagi bahwa tradisi pemberian jahez dan bari adalah sangat buruk. Karena itu berupayalah untuk memperbaikinya sesegera mungkin. Dalam hal ini saya mendukung Mir sahib sepenuhnya. Itu adalah Wabah dan malapetaka yang akan meluluh lantahkan rumah-rumah, sehingga harus segera dihapuskan. Saya menyaksikan keluarga-keluarga yang baik-baik telah terjerumus kedalam tradisi tersebut dengan sangat mengerikan dan saya tidak sungkan-sungkan mengatakan bahwa para wanita dalam rumah kami pun harus memperhatikan hal ini dan saya pasti mendengarkan kalimat-kalimat dari mulut mereka sendiri yakni sedikit sedikit harus melakukannya. Pada umumnya tidak dilihat kondisi keuangan (harta). Jadi tidak diragukan lagi bahwa tidak hanya jahez, bari pun adalah tidak baik. Memberikan jahez sesuai dengan kemampuan memang terbukti ada, tapi saya tidak pernah menemukan dalil berkenaan dengan memberikan bari dalam corak seperti tradisi yang ada sekarang. Tapi bukanlah maksudnya bahwa kalaulah ada yang mampu memberikan jahez, lantas tidak perlu memberikannya. Dalam kesempatan seperti itu bagi kita terdapat contoh-contoh yang diamalkan oleh Hazrat Masih Mauud as dan Al-Qur’an Karim yang paling utama, dan berkenaan dengan masalah-masalah yang Al-Quran tidak berkomentar, maka diperbolehkan melihat hadits. (Orhni walion ke liye phul Hal. 240-241)

Memboroskan Uang ratusan rupees Dalam Perkawinan
Dalam satu khutbah, Hazrat Khalifatul Masih Al Khamis aba bersabda:”
Suatu saat Hazrat Masih Mau’ud as bersabda,” Dalam kaum kami terdapat satu tradisi yang tidak baik yakni pemborosan uang ratusan rupees pada saat pernikahan (Majmu’ah Isytiharat, Jld I,hal. 70)
100 tahun yang lalu atau sebelum itu, membelanjakan uang ratusan rupees adalah jumlah yang sangat besar, tapi dizaman ini ratusan tadi sama dengan ratusan ribu rupees. Dan dibelanjakan sesuai dengan kemampuan yang mungkin saja lebih besar (nilainya) dibandingkan dengan ratusan rupees pada zaman itu. Bahkan Beliau as bersabda juga bahwa mempertunjukan kembang api/petasan dan lain-lain pada saat pernikahan adalah haram. (Malfuzat jilid V hal. 49 edition jadid)
Saat ini pada acara-acara pernikahan diadakan pertunjukan kembang api/petasan dan orang-orang menyalakan banyak lampu/lentera dirumah-rumah mereka yang biayanya lebih dari kemampuan yang dia miliki. Disatu sisi di Pakistan dan di setiap tempat ramai, setiap orang yang datang mengabarkan, bahkan di surat kabar-surat kabar sedang ramai dikabarkan bahwa sedang kekurangan daya listrik sehingga diadakan pemadaman lampu sampai berjam jam, kemahalan harga telah sedemikian rupa mencekik, sedangkan disisi lain di sebagian rumah (listrik) dihambur-hamburkan lebih dari kebutuhan, yang akibatnya tidak hanya menyebabkan kerugian bagi negara, bahkan mereka mengumpulkan dosa-dosa. Karena itu para ahmadi di Pakistan pada umumnya berhati-hatilah, jangan sampai terjadi pemborosan uang dan secara khusus di Rabwah harus memperhatikan hal-hal tersebut. Sebagai penanggung jawab di Rabwah adalah sadr Umumiy untuk mengawasi jangan sampai terjadi pemborosan, pamer, memamerkan kebesaran dan uang pada saat pernikahan. Merupakan karunia yang khusus dari Allah Ta’ala untuk jemaat yang telah terhindar dari tradisi-tradisi buruk ketika dilanda duka (kematian-Pent) . Di dalam Jemaat tidak diamalkan hari ketujuh, ke sepuluh, ke empat puluh, ini adalah kebiasaan orang-orang ghair ahmadi yang terkadang atau bahkan sering mengamalkannya sehingga malah menjadi beban bagi yang sedang berduka. Tapi jika kita terjerumus dalam satu jenis tradisi yang buruk karena terpengaruh oleh masyarakat, maka tradisi-tradisi buruk yang lainnya pun akan bisa mendapatkan celah untuk masuk, bermula dari itulah hal-hal tadi terjadi.(Al Fazl 2 Maret 2010)

Kewajiban Kita Untuk Menghormati Peraturan Negara
Hazrat Khalifatul Masih Al-Khamis aba menjelaskan:” Setiap ahmadi hendaknya memahami kedudukannya masing-masing, bahwa Allah Ta’ala telah berbuat ihsan kepadanya dengan memberikan taufik untuk bergabung kedalam jemaat Masih dan Mahdi. Saat ini kewajibannya adalah harus beramal sesuai dengan ajaran yang benar. Untuk pernikahan, Kewajiban-kewajiban yang ada dalam ajaran yakni salah satu kewajiban dalam pernikahan yakni bisa diadakan satu resepsi. Jika mendapatkan taufik, maka bisa diadakan acara makan-makan, dll. Bukanlah suatu kewajiban untuk mengikut sertakan setiap orang yang ikut iring-iringan (baraat) pernikahan sebagai tamu, lalu diberikan makan. Jika datang baaraat (iring-iringan) dari tempat yang jauh, maka hanya iring-iringan itulah yang bisa diberikan makan. Tapi jika undang-undang negara melarangnya, maka hentikanlah dan dibatasi hanya kerabat keluarga atau beberapa orang yang mengantar saja yang makan, karena sebelumnya telah ditetapkan larangan di Pakistan. Sekarang saya tidak tahu bagaimana perkembangannya, tapi sampai batas tertentu peraturan itu masih ada. (Al-Fazl 2 Maret 2010)

Aatisy baaziy (Pertunjukan kembang api/petasan)
Hazrat Masih Mau’ud as bersabda:” Mempertunjukan tari-tarian atau Pertunjukan kembang api/petasan (pada pernikahan-Pent) adalah dosa dan pemborosan, Ini tidak diperbolehkan. (Malfuzat jilid III hal. 227)

Pengumuman Penikahan Dengan Dif (Menabuh Gendang )
Sesuatu yang buruk adalah haram, sebaliknya sesuatu yang suci adalah halal. Allah Ta’ala tidak mengharamkan sesuatu yang suci, tapi menghalalkan segala sesuatu yang suci. Memang, kalau sesuatu yang buruk dicampuradukkan dengan sesuatu yang suci, maka dia (yang halal) akan menjadi haram. Sekarang mengumumkan pernikahan dengan menabuh gendang adalah dibolehkan, tapi ketika didalamnya dicampuradukkan dengan tari-tarian dan lain-lain, maka menjadi terlarang. Apabila dilakukan sesuai dengan yang disabdakan oleh Nabi Karim saw, maka tidaklah haram. (Malfuzat jilid V hal. 354-355)

Menabuh Gendang (Pada saat Pernikahan)
Dalam menjawab pertanyaan seorang perempuan, Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi bersabda:”Didalam perkawinan, silahkan tabuh gendang seberapa yang disukai, tidaklah dilarang. Silahkan nyanyikan lagu. Pada akhirnya hendaknya ada sedikit perbedaan antara perkawinan dengan kematian. Tapi dalam kesempatan-kesempatan seperti itu, janganlah mengamalkan tradisi-tradisi yang tidak diperbolehkan. Tradisi-tradisi yang tidak diperbolehkan, meskipun pada zahirnya tanpa dosa, janganlah dilakukan, karena akan menjadikan beban bagi lingkungan sehingga menjerumuskan mereka kedalam malapetaka. Tapi Agama yang hak (islam) telah menetapkan penzahiran kebahagiaan yang diperbolehkan sampai batas tertentu, janganlah hal itu dilarang. Ketika Hazrat Rasulullah saw hijrah ke madinah, maka anak-anak perempuan disana menabuh gendang dan melantunkan nyanyian. Rasul Akram saw tidak melarangnya, bahkan menyukainya. Bersama Rasulullah saw saat itu terdapat para pria yang juga mendengarkan. Bersabda,” Jika dalam suara wanita sedang dilantunkan nyanyian yang suci, yang tidak akan menimbulkan keburukan, mana pernah Allah Ta’ala melarangnya. Jika mendengarkan suara wanita dilarang, maka suara lelakipun hendaknya dilarang. Itu akan menimbulkan gerakan pada hati wanita. Meskipun masalah tetabuhan itu lain, tapi jika dilantunkan nyanyian yang tidak akan menyebabkan tersebarnya kekotoran dalam masyarakat, maka diperbolehkan. Tapi jika menghina dengan kata-kata kotor dan cacian adalah termasuk hal-hal yang laghou, janganlah melakukannya. Tapi nyanyian yang umum, yang berisi hal-hal yang lucu, kasih sayang, guyonan, adalah diperbolehkan. jangan ada hal-hal kotor dan seronok didalamnya. (Majlis Irfan terbitan Lajnah Imaillah Karaci Hal.134)

(Penerjemah:Mahmud Ahmad Wardi)
(Al Fazl 26, 27 Maret 2010)

ShareThis

 

Kembali lagi ke atas