Senin, 14 September 2009
Tujuan Didirikannya Badan-Badan Dalam Jemaat Ahmadiyah
Untuk maksud itulah aku mendirikan Khuddamul Ahmadiyah dan Ansharullah didalam Jemaatku, supaya mereka bekerja keras dan menciptakan kebiasaan didalam diri mereka untuk bekerja keras. Sebelum manusia menyelamatkan waktunya dari kesia-siaan, dia tidak akan bertemu dengan Allah Ta’ala. Inilah maksud sebenarnya dari mendirikan Khuddamul Ahmadiyah dan Ansharullah, supaya didalam Jemaat ini timbul kebiasaan untuk bekerja keras. Dan setiap orang selalu sibuk dalam pekerjaan apa saja
selengkapnya...silahkan baca!
Kaadihun adalah bentuk isim fail dari kata kadaha, makna kadaha adalah bekerja keras, yang dengan mengerjakannya akan bisa berpengaruh terhadap tubuh. Dikatakan kadaha ( yakdahu - kadhan) ae sa’aa wa ‘amila linafsihi khairan aw Sharron wa kadda artinya dia berusaha untuk bekerja, apakah upaya itu baik atau buruk, bekerja keras dengan gigih. Wa qiila alkadhu juhdu annafsi fil ‘amali wal kaddu fiihi hatta yuatstsiro fiiha. Sebagian ahli bahasa berpendapat, bahwa sesuatu yang dikerjakan dengan gigih, sehingga kesehatan manusia menjadi rusak akibatnya, tulang-tulangnya menjadi remuk dan pengaruhnya sampai merasuk kedalam tubuhnya (Aqrab). Jadi makna kaadihun adalah orang yang bekerja keras dengan gigih.
Tafsir: (Allah Ta’ala) Berfirman : “Wahai manusia! Engkau akan bekerja keras dengan sungguh sungguh, gigih, famulaaqiihi, pergi kepada Rab kalian dan pada akhirnya engkau akan berjumpa denganNya.
Disini pada kalimat Yaa ayyuhal insaan atau dijelaskan kaidah umum, maksudnya hanya merupakan imam waktu atau juga maksudnya bahwa: Hai manusia! Sudah terbuka jalan bagimu untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala, syaratnya adalah kamu harus kadah (bekerja keras). Dari sisi ini setiap manusia termasuk didalamnya atau memang secara langsung manusia tidak termasuk didalamnya, tapi akan termasuk didalamnya setelah mengikuti Insan Kaamil (Rasulullah SAW), maknanya adalah “Hai Insan Kamil! Engkau akan melakukan pengorbanan-pengorbanan yang besar untuk meraih Allah Ta’ala dan pada akhirnya suatu hari engkau akan meraihnya. Ketika seorang insan kamil bisa meraihnya (liqa Ilahi), maka menjadi perintah bagi semuanya, bahwa kalian juga berjalanlah pada jalan itu dan raihlah kedekatan dengan Allah Ta’ala.
Dalam ayat ini dikatakan bahwa mendapatkan jalan untuk bertemu dengan Allah Ta’ala bukanlah hal yang mudah. Untuk tujuan ini manusia terpaksa akan bekerja keras, dan sedemikian kerasnya sehingga bisa berpengaruh pada tulang. Inilah point yang karena tidak difahami, sehingga manusia menjadi mahrum dari Liqa Ilahi. Mereka menganggap bahwa mereka sudah beriman dan cukup dengan duduk-duduk (ongkang ongkang kaki) sebentar dan dengan merasakan manisnya perkara-perkara keimanan lalu mengamalkan shalat dan puasa saja, lantas ruhaninya akan menjadi sempurna, padahal disebabkan kesedihan yang timbul karena kecintaan lah, ruhani akan menjadi sempurna yang efeknya akan merasuk sampai pada tulang manusia. Sebelum kecenderungan, kesedihan, kecintaan dan kasih sayang kepada Allah Ta’ala ini timbul didalam diri manusia, maka baginya tidak akan tersedia maqam mulaaqiihi (perjumpaan dengan Nya). Selainnya, dengan beranggapan bahwa setelah mendirikan shalat dan berpuasa berarti saya sudah tegak dalam bekerja keras, itu bukanlah kadaha. kadaha adalah lebih hebat lagi dari yang dilakukan orang orang yang bekerja keras. Lihatlah buruh tukang sapu, betapa gigihnya dia bekerja, perhatikanlah buruh cuci pakaian, begitu kerasnya pekerjaan yang biasa dia lakukan. Lihatlah tukang pikul, bagaimana dia bertahan dari kesulitan yang luar biasa, tapi dengan pekerjaan-pekerjaan itu tidak menjadikan tulang-tulang mereka mulai meremuk. Seberapapun berpengaruhnya pekerjaan itu, hanya berpengaruh terhadap badan saja, yang beberapa saat kemudian akan pulih lagi.
Tapi disini Allah Ta’ala menggunakan kata kaadihun. Yang dimaksud dengan kadaha adalah manusia melakukan suatu pekerjaan yang dengan pekerjaan itu bisa menyebabkan kesehatannya rusak, tulang-tulangnya akan menjadi remuk, tubuhnya menjadi hancur. Ketika manusia bekerja dalam corak yang seperti itu, maka dia akan meraih kesuksesan, sebaliknya kalau tanpa itu, lantas dia mengharapkan kesuksesan, itu adalah keliru. Untuk maksud itulah aku mendirikan Khuddamul Ahmadiyah dan Ansharullah didalam Jemaatku, supaya mereka bekerja keras dan menciptakan kebiasaan didalam diri mereka untuk bekerja keras. Sebelum manusia menyelamatkan waktunya dari kesia-siaan, dia tidak akan bertemu dengan Allah Ta’ala. Inilah maksud sebenarnya dari mendirikan Khuddamul Ahmadiyah dan Ansharullah, supaya didalam Jemaat ini timbul kebiasaan untuk bekerja keras. Dan setiap orang selalu sibuk dalam pekerjaan apa saja. Dalam ayat
Yaa ayyuhal insanu innaka kaadihun ila robbika kadhan fa mulaaqiihi
Diberitahukan bahwa sebelum manusia sibuk dalam bekerja dan memfanakan (membinasakan) dirinya sendiri, maka Tuhan tidak akan zahir dalam lingkup kaum. Kalau secara individu, setelah kadaha (bekerja keras) tentu manusia bisa meraih Liqa Ilahi, tapi untuk lingkup kaum, nikmat liqa Ilahi akan diraih ketika individu setiap kaum tersebut memfanakan (membinasakan) dirinya sendiri.
Di dunia ini Liqa Ilahi bisa diraih dengan dua cara, pertama secara individu, kedua secara kaum. Meskipun (kerohanian-Pent) suatu kaum sudah rusak, tapi secara individu, manusia masih bisa meraih Qurub Ilahi. Sebagaimana sebelum diutusnya Hazrat Masih Mau’ud as, meskipun pasa saat itu kondisi kerohanian umat Muslim secara kaum sudah rusak, diantara umat Muslim itu dijumpai beberapa orang suci. Misalnya berkenaan Hazrat Abdullah Ghaznawi, Hazrat Masih Mau’ud as sendiri menulis bahwa Beliau adalah orang suci, begitu juga sebelum Hazrat Masih Mauud as diutus, Hazrat Mujaddid Shahib Brelwi atau Hazrat Maulwi Muhammad Ismail Shahib Shahid, dan juga beberapa orang suci yang lainnya sudah berlalu. Tapi diantara 400 juta umat Muslim (data pada zaman ketika tafsir ini ditulis) pada saat itu hanya beberapa jiwa saja yang telah menemukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk memperlihatkan bahwa Islam masih memiliki kekuatan didalamnya, dan sekarang juga dia (Islam) bisa menghidupkan manusia, dia (Islam) bisa mempertemukan manusia kehadirat Allah Ta’ala, tapi untuk lingkup kaum, wujud-wujud mereka itu (beberapa orang suci tadi) tidak memberikan faidah yang khas. Walhasil, siapa Hazrat Sayyid Ahmad Shahib Brelwi itu? Beliau sebenarnya adalah Hujjah bagi orang-orang yang malas, Beliau merupakan Hujjah bagi orang orang yang lalai, Beliau dikirim untuk memberitahukan bahwa Islam didalamnya masih memiliki pengaruh untuk menganugerahkan kehidupan. Begitu juga siapa itu Hazrat Sayyid Ismail Shahib Shahiid? Beliau merupakan Hujjah bagi orang-orang pemalas, Beliau merupakan Hujjah bagi orang yang lalai, Beliau dikirim untuk memberitahukan bahwa Islam masih memiliki pengaruh untuk menganugerahkan kehidupan didalamnya, tapi untuk lingkup kaum dari wujudnya (orang orang suci) tidak memberikan faidah yang khusus bagi Islam, karena Islam adalah sebuah nama yang diantara 400 juta umatnya itu sebagian tinggal di China, ada yang di Jepang, ada yang di Sumatra dan Jawa, dan ada juga yang tinggal di negeri-negeri yang lainnya. Suara Beliau-beliau itu tidak sampai di negeri-negeri inilah. Begitu juga Jemaat kita masih kecil, tapi dengan karunia Allah Ta’ala jemaat kita tengah menyebar di berbagai negeri. Walhasil, meraka itu hanya merupakan Hujjah bagi orang-orang yang lalai dan merupakan dalil bahwa sekarang juga Tuhan bisa menghidupkan manusia. Jikalau tidak pada zaman mereka untuk lingkup kaum, umat Muslim tidak melihat wajah Allah Ta’ala.
Walhasil Allah Ta’ala berfirman :
Yaa ayyuhal insanu innaka kaadihun ila robbika kadhan fa mulaaqiihi
Wahai setiap individu Jemaat Mu’min!, setiap kalian harus memfanakan dirinya sendiri dijalan ini, dengan begitu akan nampak wajah Allah Ta’ala dalam lingkup kaum, dan kalian akan meraih nikmat liqa (pertemuan) dengan Nya. Nikmat ini merupakan nikmat yang hakiki, jikalau tidak dalam setiap zaman manusia secara individu terus meraih liqa Ilahi, tapi meraih liqa Ilahi secara individu tidak memberikan faidah untuk lingkup kaum. Dalam lingkup kaum, sifat Jalal Allah Ta’ala akan zahir ketika individu individu kaum tersebut melihat wajah Allah Ta’ala dengan matanya sendiri, setiap individu memfanakan dirinya sendiri dijalan Qurub Ilahi, dan tidak mundur kebelakang sebelum bisa meraih nikmat yang agung itu .
Dlomir Mulaaqiihi juga bisa tertuju kepada jaza (ganjaran) Tapi pengertian yang sekarang sedang saya sampaikan, dari sisi itu pertemuan dengan Allah Ta’ala diketahui lebih mauzuwn (memberatkan) pada dasarnya dlomirnya bisa tertuju kepada jazaa (ganjaran).
TAFSIR
Untuk melakukan suatu pekerjaan selalu digunakan tangan kanan, sebagaimana dalam ayat sebelumnya digunakan kata kadaha, karena itu disini diberitahukan bahwa seluruh kemajuan yang terjadi adalah disebabkan karena menggerakkan tangan kanan. Kalaulah kalian menggerakkan tangan kanan, maka kalian akan unggul. Dalam dua ayat ini telah dijelaskan kesimpulan dari seluruh tahrik Jadid yakni dengan bekerja keras dan terbiasa bekerja dengan tangan akan menjadikan manusia sukses dalam kehidupannya. Inilah makna dari fasaufa yuhaasabu hisaaban yasiiron yakni penghisaban orang itu akan mudah. Yakni pada saat menghadapi kesulitan dan masalah dia tidak akan merasa gentar, karena dengan bekerja keras , berarti dia sudah terbiasa dengan segala (kesulitan itu) dan baginya kesulitan pun akan dianggap mudah. Sebaliknya orang yang terbiasa hidup bermalas-malasan, lalai, santai, sedikit saja ditimpa musibah, dia akan panik, tapi orang-orang yang gigih dan terbiasa bekerja keras, sekalipun gunung musibah pecah dihadapannya, dia akan dengan mudah menghadapinya. Ini jugalah maksud dari ayat yang berbunyi bahwa Allah Ta’ala akan mempermudah orang mukmin yang seperti itu (bekerja keras-pent), tapi makna yang lain juga adalah sekalipun dihadapkan dalam corak musibah yang bagaimanapun, dia akan menganggapnya mudah. Orang-orang yang meninggalkan kampung halamannya nya demi Rasulullah SAW, meninggalkan kehormatan, harta, istri, dan anak-anaknya, kalau setelah (merasakan musibah yang seperti itu-pent), musibat yang bagaimana lagi yang bisa menggoyahkan dan bisa membuat mereka bersedih? Setelah itu corak musibah bagaimanapun yang akan menimpanya, dia pasti akan menganggapnya tidak berarti dan dia akan bertahan dengan senyuman kebahagiaan. Ghalib (penyair-pent) adalah seorang pemabuk, tapi banyak sekali hal-hal yang penuh hikmah yang mengalir dari mulutnya, dengan demikian pasti didalam hatinya terdapat kebenaran. Dia mengatakan dalam satu kesempatan :” Mushkilen itni parin, Mujh peh keh aasaan hogaeen” artinya kesulitan begitu banyaknya, Bagiku terasa mudah. Ketika manusia membiasakan diri (hidup) dengan penuh kelezatan dan bersantai, maka hisab yang akan datang akan terasa berat, tapi ketika manusia bertahan dalam kondisi yang keras dan sudah terbiasa dengan hal itu, maka penghisabannya pun akan nampak mudah baginya.
Hazrat Masih Mau’ud as bersabda:” Ada dua macam cobaan, pertama, cobaan yang seorang hamba memiliki kewenangan, (maksudnya) jika berkenaan dengan (cobaan) itu dia bisa mencari cara yang santai dan mudah, maka dia bisa memilihnya. Tapi ada cobaan yang datang dari Allah Ta’ala yang didalamnya terkandung kesulitan yang luar biasa. Beliau as bersabda :”Permisalannya adalah seperti halnya kita harus berwudlu sebelum shalat, karena wudlu sebelum shalat adalah penting, tapi kalau pada musim dingin, maka manusia diberikan kewenangan jika dia menghendaki, dia bisa memanaskan air terlebih dahulu. Inilah cobaan yang Allah Ta’ala serahkan kewenangan untuk mensikapinya kepada manusia. Tapi cobaan jenis kedua yang Allah Ta’ala letakkan pada tangannya, dan manusia tidak diberi kewenangan untuk memudahkan kesedihan itu, sebagaimana kematian seorang kerabat, untuk kesedihan yang seperti ini, manusia akan bisa bertahan kalau saja dia membiasakan dirinya dengan menghadapi kehidupan yang pahit dan meninggalkan kehidupan yang leha-leha. Ketika manusia mengamalkan itu, maka dia akan menganggap segala sesuatunya terasa mudah.
Wa yanqolibu ilaa ahlihii masruuroo
Dan dia akan kembali kepada keluarganya dengan bahagia. Ayat ini pun mengatakan dengan jelas bahwa didalamnya disebutkan berkenaan dengan hisab dunia, karena ketika penghisaban terjadi di akhirat nanti, maka pada saat itu tidak ada seorang pun yang akan bisa mengenali keluarganya, dimanakah dia? Juga tidak mesti bahwa diantara keluarganya, berapapun banyaknya mereka, mungkin saja diantara mereka ada yang menjadi ahli neraka, tapi disini Allah Ta’ala berfirman bahwa setelah dihisab, pada saat itu jugalah dia akan kembali kepada keluarganya. Tidak diragukan lagi bahwa Allah Ta’ala akan menempatkan orang-orang mukmin bersama dengan keluarganya, ini akan terjadi nanti. Tidak akan terjadi kondisi dimana di satu tempat dia sedang dihisab dan ditempat lain keluarganya tidak dijumpai untuk pergi bersamanya ke surga. Kondisinya sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan:”Kalaulah kalian ingin mencariku disana, maka carilah dengan tanda-tanda, dan ketika diperlukan tanda-tanda untuk mencari Rasulullah SAW, maka bagi seorang mukmin yang umum bagaimana dia akan mendapati keluarganya dengan seketika? Jadi dari kalimat
Wa yanqolibu ilaa ahlihii masruuroo
Menjelaskan bahwa ini adalah peristiwa di dunia ini, yakni orang yang bekerja keras demi agama, dia akan bekerja keras dan setelah mendapatkan hasil yang baik, selanjutnya dia akan kembali kepada keluarganya dengan bahagia.
DARI SEGI TATA BAHASA
Ats tsabuuru–al halaaku wal fasaadu yakni makna tsabur adalah kehancuran dan kerusakan (Mufradat)
TAFSIR
Wa amma man uutiya kitaabahu warooa zohrihii
Maksudnya adalah orang yang selalu mengundur-undurkan pekerjaannya, berkata:” tidak hari ini, besok akan saya kerjakan, ketika hari esok tiba dia mengatakan nanti saja besok lusa akan saya kerjakan, maksudnya adalah dia selalu melemparkan pekerjaannya kebelakang punggungnya. Dia akan diberikan kitab dari arah belakang punggung. Dia yang telah menggunakan tangan kanan pada saat bekerja, dia akan diberikan kitab pada tangan kanannya. Tapi dia yang setiap hari mengundur-undurkan pekerjaannya dia akan diberikan kitab dari belakang punggung.
Fasaufa yad'uu tsubuuroo
Orang yang kepadanya akan datang kitab dari balik punggungnya, jelas sekali bahwa baginya tidak ada hal yang bisa membahagiakannya, karena suatu hal yang membahagiakan itu di zahirkan, dan sebaliknya suatu hal yang menyedihkan selalu disembunyikan, karena baginya hal itu adalah sesuatu yang menyedihkan, sehingga dia akan diberikan kitab dari balik punggungnya yang dengan melihatnya, dia akan segera memohon kehancuran bagi dirinya. Makna dari yad’uw tsubuuroo yakni yad’uw tsubuuroo linafsihii yakni dia akan memohon kehancuran bagi jiwanya sendiri.
Inipun bisa bermakna bahwa begitu kerasnya cengkraman Allah Ta’ala, sehingga akan nampak pemandangan “Yaa Laitanii kuntu turoobaa” dia akan mengatakan:” Mudah-mudahan saya mati supaya saya tidak sempat melihat akibatnya.
Inipun bisa bermakna bahwa Allah Ta’ala tidak mengirimkan kehancuran, tapi itu terjadi disebabkan oleh amalan hamba itu sendiri. Walhasil, bukanlah Allah Ta’ala yang mengazab tapi hamba itu sendiri yang telah memanggil azab itu kepadanya disebabkan amalan-amalannya. Wa Yashlaa sa’iiroo yakni dia akan masuk kedalam api yang menyala nyala, dari sisi duniawi maknanya adalah dia akan dijerumuskan kedalam panas, kekhawatiran, dan kesedihan, sedangkan dari sisi akhirat maknanya adalah zahir.
TAFSIR
Berfirman:” Dialah orangnya yang didalam keluarganya selalu berbahagia, dikatakan dalam ayat sebelumnya Yanqolib Ilaa Ahlihii Masruuroo yakni disebabkan karena orang mukmin selalu bekerja keras, gigih, kadah dan tidak menjalani kehidupan yang leha-leha di rumahnya, karena itu ketika dia mendapatkan imbalan, maka Yanqolib Ilaa Ahlihii Masruuroo dia akan kembali kepada keluarganya dengan bahagia, (berkata) aku sudah kembali dengan sukses. Sebaliknya karena orang kafir selalu duduk santai dirumah, tidak mengerjakan suatu pekerjaan yang bisa membahagiakan Allah Ta’ala, karena itulah ketika datang balasannya, dia akan sangat bersedih. Dari itu diketahui bahwa orang mukmin memulai pekerjaaannya dengan bersedih terlebih dahulu dan berakhir dengan kebahagiaan, tapi sebaliknya orang kafir memulai pekerjaannya dengan bahagia tapi berakhir dengan kesedihan.
(Penerjemah :Mahmud Ahmad Wardi)