Sabtu, 06 November 2010
Keteguhan Jiwa Wakaf Huzur Tercinta
Beberapa contoh keteguhan jiwa wakaf yang diambil dari riwayat hidup Hazrat Khalifatul Masih Al Khamis, Huzur bersabda,:
1. Ketika saya (Hazrat Khalifatul Masih Al Khamis) masih kecil, saya pernah diajak oleh kakek saya (Hazrat Mirza Syarif Ahmad) untuk mulakat dengan Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra. Saat itu saya masih berumur 9,10 tahun. Saat itu Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra sedang sakit dan terbaring di ranjang. Disana telah disediakan kursi untuk kakek saya (Hazrat Mirza Syarif Ahmad), tapi beliau berbincang-bincang Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra sambil duduk dilantai. Beliau memperlihatkan sikap santun dan rasa hormat kepada Hazrat Khalifatul Masih Tsani ra pada saat berbincang, lalu pamitan pulang. Hazrat Khalifatul Masih Al Khamis bersabda,” Dengan itu, kakek saya memberikan pelajaran kepada saya untuk bersikap santun didepan khalifah e waqt.
2. Ketika saya masih kecil, ayah saya selalu menekankan saya untuk melaksanakan shalat lima waktu. Beliau selalu membangunkan saya dari tidur untuk melaksanakan shalat shubuh. Apabila saya susah bangun, beliau memercikan air diwajah saya. Setelah shalat shubuh, ayah saya selalu menekankan kepada saya untuk berolahraga dan ayah saya sendiri pun berolah raga setelah shalat shubuh.
3. Didalam kehidupan sehari-hari orang tua kami selalu menerapkan kesdisiplinan. Begitu indahnya kedisiplinan yang diterapkan, sehingga Sampai umur 16,17 tahun, sama sekali anak-anak tidak diizinkan untuk keluar rumah setelah shalat maghrib. Kami tinggal dilingkungan rabwah, padahal disekitar rumah kami tinggal kerabat dekat, tapi meskipun demikian orang tua kami tidak mengizinkan kami untuk keluar rumah setelah shalat maghrib. Dan ketika kami suduh bertambah dewasa, ayah tidak mengizinkan kami untuk keluar rumah setelah shalat isya. Huzur Bersabda,” Anak yang selalu pergi keluyuran setelah shalat isya, laziman dia akan rusak.
4. Ketika Mia Masroor Ahmad sedang menempuh pendidikan MSc di bidang agriculture (pertanian), menurut informasi disatu departemen dalam sebuah universitas bisa diperoleh madu asli. Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra meminta Mia Masroor untuk membelikan satu botol madu asli. Pada saat Mia Masroor Ahmad beranjak pergi, Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra memberikan uangnya. Mia Masroor :,” Huzur! Saya akan membeli madu itu dari uang saya pribadi. Huzur bersabda,”Setiap saya meminta orang lain untuk membeli sesuatu saya selalu memberikan uangnya terlebih dahulu. Akhirnya ada seorang ahmadi yang akan membelikan madu tersebut untuk Mia Masroor. Ketika sang ahmadi itu tahu bahwa Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra lah yang memesan madu itu, maka dia membelikan madu itu dengan uang pribadinya. Ketika Mia Masroor Ahmad kembali untuk menyerahkan madu dan mengembalikan kembali uang yang telah diberikan oleh Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra, maka Huzur bersabda,” Apabila saya sudah memberikan uang kepada seseorang, saya tidak akan mengambilnya lagi, apakah orang itu menggunakan uang yang saya berikan tadi untuk membeli barang tersebut atau ada orang lain yang membayarkan dengan uang pribadinya.
5. Setelah Mia Masroor menyelesaikan gelar MSc, Belie menyampaikan permohonan wakafnya kepada Kantor Tahrik Jadid, tapi Kantor Tahrik Jadid menolak permohonan wakaf beliau karena melihat basic pendidikan beliau MSc pertanian, mereka memberikan jawaban,” Saat ini kantor kami tidak memerlukan waqif bidang pertanian, begitu juga Rabwah dan di sekolah-sekolah di Ghana pun tidak diajarkan subject mengenai pertanian. Tapi memang Allah Ta’ala lah yang akan menerima wakaf beliau. Begitu kuatnya keinginan Mia Masroor untuk mewakafkan diri, Beliau terus berdoa dan akhirnya belie mengirimkan permohonan wakafnya kepada Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra, lalu Huzur pun meneruskan lagi permohonan Mia Masroor kepada Tahrik Jadid, lantas jawaban itu pulalah yang diterima oleh Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra yakni kami tidak bisa menerima waqaf pemuda ini, sampaikanlah kepadanya untuk mencari pekerjaan lain. Ketika jawaban ini sampai kepada Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra, beliau menulis catatan,” Kalau kalian tidak memerlukan pemuda ini, saya yang memerlukannya, lalu Hazrat Khalifatul masih Tsalits ra menerima waqaf dan mengutus Mia Masroor ke Afrika sebagai guru.
6. Sejak kecil saya sangat dekat dengan Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi ra sebagai sahabat yang saling mencintai. Begitu dekatnya saya dengan beliau, sehingga Huzur selalu melimpahkan tugas-tugas kepada saya, supaya saya yang mengerjakan tugas-tugas itu. Kapanpun saya memberikan saran kepada Beliau, misalnya dalam suatu meeting, meskipun ada orang lain yang memberikan pendapat yang bertentangan dengan saran saya, Beliau pasti menerima saran saya.
7. Pada saat saya akan dikirim ke Ghana, fikiran manusiawi saya merasa tidak suka apabila saya ditugaskan ke suatu tempat yang fasilitasnya tidak memadai, tidak ada air, listrik. Ketika beliau sampai di Ghana, beliau baru mengetahui bahwa keadaannya seperti apa yang dikhawatirkan (tidak memadainya fasilitas, sebelumnya beliau tidak tahu kalau keadaannya seperti itu. Beliau ditugaskan oleh Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabi ra, ke tempat yang jauhnya sekitar 70 mil dari tempat saya tinggal, saat itu musim panas, saya harus menjalankan traktor sendiri, di tempat itu jalannya masih tanah yang berdebu, seharian sibuk, malam tidak bisa kembali pulang ke rumah, saya berfikir supaya saya tinggal 3 hari sekaligus, sampai pekerjaan selesai. Makanan di daerah itu tidak bisa dimakan, rasanya…, jika dimakan pun bisa menyebabkan sakit, air juga kotor sehingga tidak bisa diminum. Karena saya ditugaskan oleh Khalifah e waqt, saya harus melaksanakannya. Untuk makan, saya membawa satu termos cae dan biscuit, selama 3 hari, itulah yang saya makan dan minum. (Kita bisa bayangkan sebesar apa termos cae). Malam hari pun saya harus berkali kali bangun karena lingkungannya hutan, saya khawatir ada ular dan kalajengking. Bagaimana Mia masroor mengemban tugas wakaf yang diberikan kepada beliau.
8. Bagi seorang wakaf waktu untuk berkhidmat bukanlah dari jam 8 sampai jam 4 , melainkan 24 jam dalam sehari. Jadwal kegiatan Huzur setiap harinya sbb, Huzur ABA bersabda: "Pada waktu shubuh saya bangun untuk tahajjud, saya tidak akan beritahukan pukul berapa saya bangun untuk melaksanakan shalat tahajjud, yang pasti saya bangun cepat untuk shalat tahajjud, setelah shalat tahajjud saya menilawatkan Al Quran, lalu beranjak untuk shalat fajar, lalu olahraga jalan pagi, setelah itu kembali kerumah untuk mandi, lalu sarapan, lalu saya mengambil Al Quran dan merenungkan 2,3 ayat dengan seksama, kemudian selama 4, 5 menit saya beristirahat, lalu pergi ke kantor, dari pagi sampai tiba waktu shalat zuhur, Huzur mengerjakan pekerjaan kantor, meeting, memberikan instruksi, petunjuk, intinya semua pekerjaan kantor, kemudian ke mesjid untuk mengimami shalat zuhur, setelah shalat zuhur saya pulang ke rumah, (rumah beliau tepat berada diatas kantor), kemudian makan siang, setelah itu untuk 25, 30 menit saya istirahat, lalu ke kantor lagi, lalu shalat ashar, kemudian ke kantor, lalu shalat magrib, beberapa saat sebelum magrib saya ke rumah untuk minum cae, lalu pergi ke masjid untuk shalat magrib, saya melaksanakan shalat sunat di kantor, lalu ke kantor untuk membaca surat-surat yang datang, surat jemaat, surat kantor dan pribadi, jika ada yang harus diberikan petunjuk. setelah itu 1 jam untuk mulaqat, setelah itu saya pulang untuk makan malam, lalu shalat isya, setelah shalat saya pulang kerumah untuk beberapa menit, kalau saja ada kerabat yang datang ke rumah untuk berjumpa dengan saya, maka saya menemui mereka untuk 5, 10 menit, lalu saya kembali ke kantor sampai pukul 11, setelah itu membaca surat kabar, bulletin jemaat, papers lain-lain atau kitab-kitab yang lain, lalu saya tidur, dan shubuh seperti biasa bangun untuk tahajjud.
Semoga kita diberikan taufik untuk bisa menjadikan Khalifah waqt sebagi model dalam kehidupan kita, mendengar nasihat-nasihat beliau dengan penuh kecintaan, dan berupaya untuk memiliki sikap-sikap itu didalam diri kita dan putra putri kita, sehingga Allah Ta’ala ridlo kepada kita. Amin